Komisi IV dan Pemerintah Belum Sependapat RUU P3L atau RUU P2H

28-01-2013 / KOMISI IV

Panitia Kerja Komisi IV dan Pemerintah belum menemukan kata sepakat mengenai judul Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjerat tindak pidana pengerusakan hutan. “Beberapa DIM atau Pasal belum sependapat antara Panja Komisi IV dengan Pemerintah diantaranya mengenai judul RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L) atau RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H),” kata Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo.

          Dalam Rapat Rapat Dengar Pendapat Umum yang dipimpin Firman Subagyo dengan Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita dan Pakar Kehutanan Universitas Gajah Mada Prof.DR.Ir. Sofyan P.Waskito, di Gedung DPR, Senin (28/1).

       RUU ini merupakan usul inisiatif DPR RI yang ditujukan sebagai aturan atau perangkat hukum yang bersifat khusus dari UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dimana RUU ini memfokuskan menjerat tindak Pidana perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisir dan berdampak luas bagi kelangsungan hutan dan lingkungan alam yang bahkan juga melibatkan kejahatan antar negara. “RUU P3L atau P2H saat ini berada dalam proses pembahsan di tingkat I antara Komisi IV DPR RI dengan Pemerintah,” Jelas Firman.

           Politisi Partai Golongan Karya ini menjelaskan, Panja Komisi IV telah melakukan penyisiran dan kajian terhadap pasal-pasal dalam RUU ini dan menemukan beberapa permasalahan, antara lain yaitu pertama, RUU  P3L atau P2H dimaksudkan untuk mengatur perusakan hutan yang merupakan kejahatan terorganisasi dimana pengaturan perusakan hutan dalam UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan tidak membedakan terorganisir dan tidak terorganisir.

         Kedua, terhadap pengertian kawasan hutan dalam RUU ini, terkait dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No.41/1999 yang menyatakan tidak berlaku frasa dan/atau ditujuk pada Pengertian Kawasan Hutan sehingga pengertian kawasan hutan menjadi Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu tang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, serta memberlakukan Pasal 81 UU Kehutanan berbunyi kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini.

       Ketiga, Dalam KUHAP kewenangan penyelidikan kewenangan penyelidikan menjadi tugas Kepolisian, sedangkan dalam RUU P3L atau P2H pemerintah menghendaki agar pejabat strukturan tertentu diberi kewenangan kepolisian khusus dengan kewenangan antara lain melakukan penyelidikan, “Jika memang dimungkinkan pejabat struktural tertentu diberi kewenangan kepolisian, apakah kewenangan tersebut harus sama dengan  kewenangan khusus kepolisian yang diberikan kepada Polisi Hutan (Polhut),” katanya.

        Firman menegaskan bahwa RUU ini hanya mengatur tindak pidana yang dilakukan secara terorganisir, “Untuk itu, RUU P3L atau P2H menjelaskan tentang keberadaan masyarakat hukum adat di dalam dan di sekitar hutan serta ketergantungannya terhadap hutan,” tegasnya.

 

Kelembagaan

         RUU menyepakati dibentuknya suatu lembaga yang akan menjalankan fungsi pemberantasan perusakan hutan. Firman Subagyo menjelaskan, bahwa dalam dinamika yang berkembang dalam intern Komisi IV, bahwa mengenai struktur ini tidak diserahkan kepada Presiden.

        Struktur Kelembagaan ini akan diatur di dalam UU ini, sehingga tidak akan memberikan blank cek kepada presiden, “Presiden sudah terlampau berat pekerjaannya sehingga tidak perlu lagi presiden dibebani pekerjaan yang tidak perlu harus dipikirkan Presiden, karena ada kepentingan yang lebih besar Presiden,” jelasnya.

     Dalam UU ini mengatur tentang mekanisme, tugas, tanggung jawab dan kewenangan Kelembagaan. Selain itu, sifat kelembagaan ini adalah kolektif dan kolegial, namun mengenai kelembagaan ini Firman menjelaskan dalam rapat sebelumnya dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara bahwa Pemerintah saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap kelembagaan-kelembagaan yang ada. “Berkembang pemikiran adanya satgas gabungan yang diformalkan dalam UU,” imbuhnya (as) foto:wy/parle

BERITA TERKAIT
Apresiasi Kenaikan HPP, Ajbar Ingatkan Risiko Tengkulak
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Ajbar, mengapresiasi kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP)...
Nasib Pensiunan Pupuk Kaltim dan Jiwasraya Memprihatinkan
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menyoroti nasib para pensiunan Jiwasraya dan Pengurus Pusat Perkumpulan Pensiunan...
Komisi IV Bahas Stabilitas Harga Singkong dengan DPRD & Petani Lampung
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari DPRD Kabupaten Lampung dan Perhimpunan Petani Lampung terkait stabilitas harga...
Pemerintah Harus Cermat dalam Impor Daging Jelang Ramadan
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto meminta pemerintah lebih cermat dalam memenuhi kebutuhan daging nasional di...